Beliau adalah Nabi yang mulia yang
bemama Yunus bin Mata. Nabi Muhammad saw berkata: "Janganlah kalian
membanding-bandingkan aku atas Yunus bin Mata."
Mereka menamakannya Yunus, Dzun Nun,
dan Yunan. Beliau adalah seorang Nabi yang mulia yang diutus oleh Allah SWT
kepada kaumnya. Beliau menasihati mereka dan membimbing mereka ke jalan
kebenaran dan kebaikan; beliau mengingatkan mereka akan kedahsyatan hari kiamat
dan menakut-nakuti mereka dengan neraka dan mengiming-imingi mereka dengan
surga; beliau memerintahkan mereka dengan kebaikan dan mengajak mereka hanya
menyembah kepada Allah SWT.
Nabi Yunus senantiasa menasihati
kaumnya namun tidak ada seorang pun yang beriman di antara mereka. Datanglah
suatu hari kepada Nabi Yunus di mana beliau merasakan keputusasaan dari
kaumnya. Hatinya dipenuhi dengan perasaan marah pada mereka namun mereka tidak
beriman. Kemudian beliau keluar dalam keadaan marah dan menetapkan untuk
meninggalkan mereka. Allah SWT menceritakan hal itu dalam firman-Nya:
"Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun
(Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami
tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya) maka ia menyeru dalam keadaan yang
sangat gelap: 'Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha
Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang lalim.'" (QS. al-Anbiya': 87)
Tidak ada seorang pun yang
mengetahui gejolak perasaan dalam diri Nabi Yunus selain Allah SWT. Nabi Yunus
tampak terpukul dan marah pada kaumnya. Dalam keadaan demikian, beliau
meninggalkan kaumnya. Beliau pergi ke tepi laut dan menaiki perahu yang dapat
memindahkannya ke tempat yang lain. Allah SWT belum mengeluarkan keputusan-Nya
untuk meninggalkan kaumnya atau bersikap putus asa dari kaumnya. Yunus mengira
bahwa Allah SWT tidak mungkin menurunkan hukuman kepadanya karena ia
meninggalkan kaumnya. Saat itu Nabi Yunus seakan-akan lupa bahwa seorang nabi
diperintah hanya untuk berdakwah di jalan Allah SWT. Namun keberhasilan atau
tidak keberhasilan dakwah tidak menjadi tanggungjawabnya. Jadi, tugasnya hanya
berdakwah di jalan Allah SWT dan menyerahkan sepenuhnya masalah keberhasilan
atau ketidakberhasilannya terhadap Allah SWT semata.
Terdapat perahu yang berlabuh di
pelabuhan kecil. Saat itu matahari tampak akan tenggelam. Ombak memukul tepi
pantai dan memecahkan batu-batuan. Nabi Yunus melihat ikan kecil sedang
berusaha untuk melawan ombak namun ia tidak mengetahui apa yang dilakukan.
Tiba-tiba datanglah ombak besar yang memukul ikan itu dan menyebabkan ikan itu
berbenturan dengan batu. Melihat kejadian ini, Nabi Yunus merasakan kesedihan.
Nabi Yunus berkata dalam dirinya: "Seandainya ikan itu bersama ikan yang
besar barangkali ia akan selamat. Kemudian Nabi Yunus mengingat-ingat kembali
keadaannya dan bagaimana beliau meninggalkan kaumnya. Akhirnya, kemarahan dan
kesedihan beliau bertambah.
Nabi Yunus pun menaiki perahu dalam
keadaan guncang jiwanya. Beliau tidak mengetahui bahwa beliau lari dari ketentuan
Allah SWT menuju ketentuan Allah SWT yang lain; beliau tidak membawa makanan
dan juga kantong yang berisi bawaan atau perbekalan, dan tidak ada seorang pun
dari teman-temannya yang menemaninya; beliau benar-benar sendirian; beliau
melangkahkan kakinya di atas permukaan perahu.
Si nahkoda perahu bertanya
kepadanya: "Apa yang engkau inginkan?" Mendengar pertanyaan itu, Nabi
Yunus pun bangkit: "Saya ingin untuk bepergian dengan perahu-perahu
kalian. Apakah kita berlayar dalam waktu yang lama?" Nabi Yunus menampakkan
suara yang penuh kemarahan, rasa takut, dan kegelisahan. Nahkoda itu berkata
sambil mengangkat kepalanya: "Kita akan berlayar meskipun air tampak
sedang pasang." Nabi Yunus berkata dengan mencoba sabar dan menyembunyikan
kegelisahannya: "Tidakkah engkau mendahului agar jangan sampai pasang itu
terjadi wahai tuanku?" Si nahkoda berkata: "Laut kita biasanya
terkena pasang, maka ia akan segera mereda ketika melihat seorang musafir yang
mulia." Yunus bertanya: "Aku akan pergi bersama kalian dan berapa
ongkos perjalanan?" Si nahkoda menjawab: "Kami tidak menerima ongkos
selain emas." Yunus berkata: "Tidak jadi masalah."
Nahkoda itu memperhatikan Nabi
Yunus. Ia adalah seorang yang berpengalaman di mana ia sering mondar-mandir
dari satu pelabuhan ke pelabuhan yang lain. Seringnya ia mengunjungi suatu
tempat ke tempat yang lain menjadikannya seorang lelaki yang mampu menangkap
perasaan manusia. Nahkoda itu merasakan dan mengetahui bahwa Nabi Yunus lari
dari sesuatu. Nahkoda itu membayangkan bahwa Nabi Yunus melakukan suatu
kesalahan tetapi ia tidak berani untuk mengungkapkan kesalahan kepada pelakunya
kecuali jika pelakunya seorang yang bangkrut. Ia meminta kepada Nabi Yunus
untuk membayar ongkos sebanyak tiga kali lipat dari vang biasa dibayar musafir.
Nabi Yunus saat itu merasakan kesempitan dalam dadanya dan diliputi dengan
kemarahan yang keras dan keinginan kuat untuk meninggalkan negerinya sehingga
ia pun memberikan apa yang diminta oleh si nahkoda.
Nahkoda itu memperhatikan
kepingan-kepingan emas yang ada di tangannya dan ia menggigit sebagaiannya
dengan giginya. Barangkali ia akan menemukan potongan emas yang palsu namun ia
tidak menemukannya. Nabi Yunus hanya berdiri menyaksikan semua itu sementara
dadanya tampak terombang-ambing: terkadang naik dan terkadang turun laksana
ayunan. Nabi Yunus berkata: "Tuanku tentukan bagiku kamarku. Aku tampak
letih dan ingin istirahat sebentar." Si nahkoda berkata: "Memang itu
tampak di raut wajahmu. Itu kamarmu," sambil ia menunjuk dengan tangannya.
Kemudian Nabi Yunus membaringkan diri di atas kasur dan beliau berusaha untuk
tidur tetapi usahanya itu sia-sia. Adalah gambar ikan kecil yang hancur
berbenturan dengan batu menyebabkan beliau tidak dapat tidur dengan tenang.
Nabi Yunus merasakan bahwa atap kamar akan jatuh menimpa dirinya. Akhirnya,
Nabi Yunus tidur di atas kasurnya di mana kedua bola matanya berputar-putar di
atas atap kamar tetapi pandangan-pandangannya yang gelisah itu tidak menemukan
tempat perlindungan. Tempat tinggalnya di kamar itu dan atapnya dan sisi-sisinya
tampak semuanya akan runtuh. Nabi Yunus pun mulai mengeluh dan berkata:
"Demikian juga hatiku yang tergantung dalam jiwaku."
Demikianlah, terjadi suatu
pergulatan penderitaan yang hebat dalam diri Nabi Yunus saat ia terbaring di
atas ranjangnya. Penderitaan yang keras cukup memberatkannya sehingga beliau
pun bangkit kembali dari tempat tidurnya tanpa sebab yang dapat dipahami. Dan
tibalah waktu pasang. Perahu melemparkan tali-talinya. Kemudian perahu itu
berjalan sepanjang siang dan ia memecah airnya dengan tenang, dan angin pun
bertiup padanya dengan sangat lembut dan baik. Lalu kegelapan menyelimuti
perahu itu dan tiba-tiba lautan pun berubah. Bertiuplah angin yang cukup
kencang yang sangat mengerikan yang nyaris menghancurkan perahu dan bergolaklah
ombak yang cukup dahsyat laksana orang yang kehilangan akalnya. Ombak itu
meninggi bagaikan gunung dan menurun bagaikan lembah.
Mulailah gelombang ombak menyapu
permukaan perahu sehingga para awak perahu itu pun mulai terkena air. Dan di
belakang perahu itu terdapat ikan paus yang besar yang mulai mengintai. Ia
membuka mulutnya. Kemudian terdapat perintah kepada ikan paus itu untuk
bergerak menuju permukaan laut. Ikan paus itu menaati perintah dari Allah SWT
dan ia segera menuju permukaan laut. Ia mulai mengikuti perahu itu sebagaimana
perintah yang diterimanya. Angin yang keras tetap bertiup kemudian kepala
perahu mengisyaratkan dengan tangannya agar beban perahu dikurangi. Dan angin
semakin bertiup kencang. Sementara itu, Nabi Yunus merasakan ketakutan. Dalam
tidurnya beliau melihat segala sesuatu berguncang di kamarnya. Beliau berusaha
berdiri tegak, tetapi tidak mampu. Kemudian kepala perahu berteriak dan
berkata: "Sungguh angin kencang bertiup tidak seperti biasanya. Bersama
kita seseorang lelaki yang salah sehingga karenanya angin ini bertiup dengan
kencang. Kita akan melakukan undian pada semua awak. Barangsiapa yang namanya
keluar kami akan membuangnya ke lautan."
Nabi Yunus mengetahui bahwa ini
adalah tradisi dari tradisi-tradisi yang biasa dilakukan oleh awak perahu jika
mereka menghadapi angin yang keras. Tetapi saat itu beliau terpaksa harus
meng-ikutinya. Episode penderitaan Nabi Yunus akan dimulai. Beliau adalah
seorang Nabi yang mulia tetapi harus tunduk pada hukum ala berhala yang menganggap
bahwa lautan mempunyai tuhan. Dengan kepercayaan itu, mereka meyakini bahwa
bertiupnya angin yang kencang akibat murka dari tuhan. Oleh karena itu, harus
diadakan upaya untuk menenangkan dan memuaskan tuhan-tuhan yang mereka yakini
itu. Nabi Yunus pun terpaksa mengikuti undian itu. Nama beliau dimasukkan
bersama dengan nama penumpang lainya, dan dilakukanlah undian. Yang keluar
justru namanya. Lalu diadakan undian yang kedua, dan kali ini pun yang keluar
nama Nabi Yunus. Akhirnya, diadakan undian yang ketiga. Lagi-lagi yang keluar
nama Nabi Yunus. Kemudian ditetapkan bahwa Nabi Yunus harus dibuang ke lautan.
Saat itu para awak penumpang memperhatikan Nabi Yunus. Nabi Yunus mengetahui
bahwa beliau berbuat kesalahan ketika meninggalkan kaumnya dalam keadaan marah.
Nabi Yunus mengira bahwa Allah SWT tidak akan menurunkan hukuman padanya. Namun
ia dianggap salah karena meninggalkan kaumnya tanpa izin-Nya. Allah SWT
memberikan pelajaran kepadanya.
Nabi Yunus berdiri di samping perahu
dan melihat lautan yang dipenuhi dengan ombak yang mengerikan. Dunia saat itu
gelap dan di sana tidak ada cahaya bulan. Bintang-bintang bersembunyi di balik
kegelapan. Warna air tampak gelap dan hawa dingin menembus tulang. Alhasil, air
menutupi segala sesuatu. Kemudian nahkoda perahu berteriak: "Lompatlah
wahai musafir yang misterius." Tiupan angin semakin kencang. Nabi Yunus
berusaha menjaga keseimbangannya, dan beliau menampakkan keberaniannya saat
ingin terjun ke lautan. Nabi Yunus pun terjun dan berada di permukaan lautan
laksana sampang yang mengambang. Ikan paus berada di depannya. Ikan itu mulai
tersenyum karena Allah SWT telah mengirim padanya makanan malam. Kemudian ikan
itu menangkap Nabi Yunus di tengah-tengah ombak. Kemudian ikan itu kembali ke
dasar lautan. Ikan itu kembali dalam keadaaan puas setelah memenuhi perutnya.
Nabi Yunus sangat terkejut ketika
mendapati dirinya dalam perut ikan. Ikan itu membawanya ke dasar lautan dan
lautan membawanya ke kegelapan malam. Tiga kegelapan: kegelapan di dalam perut
ikan, kegelapan di dasar lautan, dan kegelapan malam. Nabi Yunus merasakan
bahwa dirinya telah mati. Beliau mencoba menggerakan panca inderanya dan
anggota tubuhnya masih bergerak. Kalau begitu, beliau masih hidup. Beliau
terpenjara dalam tiga kegelapan.
Yunus mulai menangis dan bertasbih
kepada Allah. Beliau mulai melakukan perjalanan menuju Allah saat beliau
terpenjara di dalam tiga kegelapan. Hatinya mulai bergerak untuk bertasbih
kepada Allah, dan lisannya pun mulai mengikutinya. Beliau mengatakan: "Tiada Tuhan selain Engkau ya Allah. Wahai Yang
Maha Suci. Sesungguhnya aku termasuk orang yang menganiaya diri sendiri." (QS.
Hud: 87)
Ketika terpenjara di perut ikan,
beliau tetap bertasbih kepada Allah SWT. Ikan itu sendiri tampak kelelahan saat
harus berenang cukup jauh. Kemudian ikan itu tertidur di dasar lautan.
Sementara itu, Nabi Yunus masih bertasbih kepada Allah SWT. Beliau tidak
henti-hentinya bertasbih dan tidak henti-hentinya menangis. Beliau tidak makan,
tidak minum, dan tidak bergerak. Beliau berpuasa dan berbuka dengan tasbih.
Ikan-ikan yang lain dan tumbuh-tumbuhan dan semua makhluk yang hidup di dasar
lautan mendengar tasbih Nabi Yunus. Tasbih itu berasal dari perut ikan paus
ini. Kemudian semua makhluk-makhluk itu berkumpul di sekitar ikan paus itu dan
mereka pun ikut bertasbih kepada Allah SWT. Setiap dari mereka bertasbih dengan
caranya dan bahasanya sendiri.
Ikan paus yang memakan Nabi Yunus
itu terbangun dan mendengar suara-suara tasbih begitu riuh dan gemuruh. Ia
menyaksikan di dasar lautan terjadi suatu perayaan besar yang dihadiri oleh
ikan-ikan dan hewan-hewan lainya, bahkan batu-batuan dan pasir semuanya
bertasbih kepada Allah SWT dan ia pun tidak ketinggalan ikut serta bersama
mereka bertasbih kepada Allah SWT. Dan ia mulai menyadari bahwa ia sedang menelan
seorang Nabi. Ikan paus itu merasakan ketakutan tetapi ia berkata dalam dirinya
mengapa aku takut? Bukankah Allah SWT yang memerintahkan aku untuk memakannya.
Nabi Yunus tetap tinggal di perut ikan selama beberapa waktu yang kita tidak
mengetahui batasannya. Selama itu juga beliau selalu memenuhi hatinya dengan
bertasbih kepada Allah SWT dan selalu menampakkan penyesalan dan menangis: "Tiada
Tuhan selain Engkau ya Allah Yang Maha Suci. Sesungguhnya aku termasuk orang
yang menganiaya diri sendiri." Allah SWT melihat ketulusan taubat Nabi
Yunus. Allah SWT mendengar tasbihnya di dalam perut ikan. Kemudian Allah SWT
menurunkan perintah kepada ikan itu agar mengeluarkan Yunus ke permukaan laut
dan membuangnya di suatu pulau yang ditentukan oleh Allah SWT.
Ikan itu pun menaati perintah Ilahi.
Tubuh Nabi Yunus merasakan kepanasan di perut ikan. Beliau tampak sakit, lalu
matahari bersinar dan menyentuh badannya yang kepanasan itu. Beliau berteriak
karena tidak kuatnya menahan rasa sakit namun beliau mampu menahan diri dan
kembali bertasbih. Kemudian Allah SWT menumbuhkan pohon Yaqthin, yaitu pohon
yang daun-daunnya lebar yang dapat melindungi dari sinar matahari. Dan Allah
SWT menyembuhkannya dan mengampuninya. Allah SWT memberitahunya bahwa kalau
bukan karena tasbih yang diucapkannya niscaya ia akan tetap tinggal di perut
ikan sampai hari kiamat.
Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya Yunus
beriar-benar salah seorang rasul. (Ingatlah) ketika ia lari ke kapal yang penuh
muatan, kemudian ia ikut berundi lalu dia termasuk orang-orang yang kalah dalam
undian. Maka ia ditelan oleh ihan besar dalam keadaan tercela. Maka kalau
sekiranya ia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia
akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit. Kemudian Kami
lemparkan dia ke daerah yang tandus, sedang ia dalam keadaan sakit. Dan kami
tumbuhkan untuk dia sebatang pohon dari jenis labu. Dan Kami utus dia kepada
seratus orang atau lebih. Lalu mereka beriman, karena itu Kami anugerahkan
kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu." (QS. ash-Shaffat: 139-148)
"Dan (ingatlah kisah)
Dzunnun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu mereka menyangka
bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam
keadaan yang sangat gelap: 'Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain
Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah orang-orang yang lalim.' Maka
Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari kedukaan. Dan
demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman." (QS. al-Anbiya': 87-88)
Kita sekarang ingin membahas masalah
yang menurut ulama disebut sebagai dosa Nabi Yunus. Apakah Nabi Yunus melakukan
suatu dosa dalam pengertian yang hakiki, dan apakah para nabi memang berdosa?
Jawabannya adalah: Para nabi adalah orang-orang yang maksum tetapi kemaksuman
ini tidak berarti bahwa mereka tidak melakukan sesuatu yang menurut Allah SWT
itu pantas mendapatkan celaan (hukuman). Jadi masalahnya agak relatif. Menurut
orang-orang yang dekat dengan Allah SWT: Kebaikkan orang-orang yang baik
dianggap keburukaan bagi al-Muqarrabin (orang-orang yang dekat dengan
Allah SWT). Ini memang benar. Sekarang, marilah kita amati kasus Nabi Yunus.
Beliau meninggalkan desanya yang banyak dipenuhi oleh orang-orang vang menentang.
Seandainya ini dilakukan oleh orang biasa atau oleh orang yang saleh selain
Nabi Yunus maka hal itu merupakan suatu kebaikan dan karenanya ia diberi
pahala. Sebab, ia berusaha menyelamatkan agamanya dari kaum yang durhaka.
Tetapi Nabi Yunus adalah seorang Nabi yang diutus oleh Allah SWT kepada mereka.
Seharusnya ia menyampaikan dakwah di jalan Allah SWT dan ia tidak peduli dengan
hasil dakwahnya. Tugas beliau hanya sekadar menyampaikan agama. Keluarnya
beliau dari desa itu— dalam kacamata para nabi—adalah hal yang mengharuskan
datangnya pelajaran dari Allah SWT dan hukuman-Nya padanya.
Allah SWT memberikan suatu pelajaran
kepada Yunus dalam hal dakwah di jalan-Nya. Allah SWT mengutusnya hanya untuk
berdakwah. Inilah batasan dakwahnya dan beliau tidak perlu peduli dengan
kaumnya yang tidak mengikutinya dan karena itu beliau tidak harus menjadi sedih
dan marah. Nabi Luth tetap tinggal di kaumnya meskipun selama bertahun-tahun
berdakwah beliau tidak mendapati seorang pun beriman. Meskipun demikan, Nabi Luth
tidak meninggalkan mereka. Ia tidak lari dari keluarganya dan dari desanya.
Beliau tetap berdakwah di jalan Allah SWT sehingga datang perintah Allah SWT
melalui para malaikat-Nya yang mengizinkan beliau untuk pergi. Saat itulah
beliau pergi. Seandainya beliau pergi sebelumnya niscaya beliau akan
mendapatkan siksaan seperti yang diterima oleh Nabi Yunus. Jadi, Nabi Yunus
keluar tanpa izin. Lalu perhatikan apa yang terjadi pada kaumnya. Mereka telah
beriman setelah keluamya Nabi Yunus. Allah SWT berfirman:
"Dan mengapa tidak ada penduduk
suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum
Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka azab
yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka
sampai waktu yang tertentu."
(QS. Yunus: 98)
Demikianlah, desa Nabi Yunus
beriman. Seandainya ia tetap tinggal bersama mereka niscaya ia akan
mengetahuinya dan hatinya menjadi tenang serta kemarahannya akan menjadi
hilang. Tampaknya beliau tergesa-gesa dan tentu sikap tergesa-gesa ini
berangkat dari keinginannya agar manusia beriman. Usaha Nabi Yunus untuk
meninggalkan mereka adalah sebagai ungkapan kebenciannya kepada mereka atas
ketidakimanan mereka. Maka Allah SWT menghukumnya dan mengajarinya bahwa tugas
seorang nabi hanya menyampaikan agama. Seorang nabi tidak dibebani urusan
keimanan manusia; seorang nabi tidak bertanggung jawab atas pengingkaran
manusia; dan seorang nabi tidak dapat memberikan hidayah (petunjuk) kepada
mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar