Minggu, 16 November 2014

PERSIS ( Persatuan Islam )




Ini adalah organisasi Islam yang berdiri di Bandung pada tanggal 12 September 1923.
Bermula dari persahabatan antara H. Zamzam dan H. Muhammad Yunus yang dimana H. Zamzam adalah seorang alumnus Dar al- ‘Ulum Mekkah, beliau juga seorang guru agama di Dar al-Muta’alimin sejak tahun 1910-1912. Sedang H. Muhammad yunus merupakan pedagang sukses. Keduanya kelahiran Palembang dan menguasai bahasa arab. Dengan kultur dan latar belakang yang sama membuat keduanya bersatu dalam diskusi-diskusi tentang Islam.

Diskusi yang dibahas biasanya tentang perkembangan agama pada saat itu, seperti pada majalah al-Munir terbitan Padang dan majalah al-Manar terbitan Mesir selalu menjadi bacaan dan perhatian mereka pada saat itu.
Tulisan “Al-Islam Mahjubun bi al-Muslimin” yang ditulis oleh Muhammad Abduh sangat menyentuh emosi keagamaan mereka. Dan tulisan itu pula kemudian menjadi ungkapan yang sangat terkenal di kalangan pembaru, baik di Timur Tengah maupun di Indonesia. Tulisan ini menuntut umat Islam untuk berpikir dan hidup dengan cara yang baru yaitu dengan tuntunan ajaran Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
H. Zamzam merupakan pembicara utama dalam setiap diskusi, dimana keduanya merupakan tokoh yang banyak mengeluarkan pemikiran-pemikiran baru. Karena keduanya mempunyai pengetahuan yang luas mengenai masalah keagamaan. Karena ditunjang oleh profesi sebagai guru agama dan latar belakang yang kuat tentang agama di masa mudanya.
Pada suatu saat diskusi berlangsung setelah acara kenduri di rumah salah seorang anggota keluarga yang berasal dari Sumatra yang telah tinggal di Bandung sejak lama. Materinya adalah membahas perselisihan antara paham al-Irsyad dan Jami’at Khair.
Setelah itu lalu pertemuan-pertemuan berikutnya berubah menjadi semacam study club dimana para anggotanya menelaah, mengkaji, serta menguji ajaran-ajaran agama yang diterimanya. Diskusi juga dilakukan oleh para jama’ah shalat jum’at, membuat pembahasan lebih meluas dan lebih mendalam.
Lama-lama diskusi menjadi semakin intensif dan menjadi tidak terbatas pada permasalahan tentang agama, hal ini disebabkan oleh khotomis tradisional-modernis islam pada saat itu. Dimana jami’at Khair dan al-Irsyad di Batavia, selain itu diskusi juga membahas tentang masalah komunisme yang menyusup ke dalam Syarikat Islam, juga usaha-usaha umat islam dalam menghadapi pengaruh-pengaruh tersebut.
Sejak saat itu timbul gagasan untuk membangun organisasi Islam dengan tujuan mengembalikan umat Islam kepada ajaran-ajaran Al-qur’an dan Al-sunnah. Organisasi ini digunakan untuk menampung kaum muda dan tua yang perhatian dalam masalah keagamaan. Kegiatannya adalah diskusi, dimana setiap anggota mengajukan masalah keagamaan yang dihadapinya setiap hari.
Pada tahun 1924 bergabunglah seorang yang cerdas, lancar berbahasa arab, inggris, melayu, dan Tamil. Dia juga memiliki pengetahuan tentang agama dan pengetahuan umum yang luas. Dia adalah A. Hassan seorang kelahiran Singapura, Ayah Tamil dan Ibu Jawa.
Dimana dia memperoleh pengetahuan tentang agama dari sekolah-sekolah agama di Singapura dan Johor, selain itu A. Hassan juga sering menulis artikel-artikel pada harian utusan melayu yang terbit di singapura.
A. Hassan pernah berkunjung ke Surabaya dalam hubungan perdagangan batik keluarganya pada tahun 1920.
Disana ia mulai terlibat perdebatan masalah pertentangan antara kaum muda dan kaum tua, antara paham modernis dan paham tradisional. Tapi ayah A. Hassan merupakan orang yang berpandangan modernis. Sehingga A. Hassan pun sejalan dengan faham kaum muda. Tidak lama kemudian A. Hassan pergi ke Bandung dan bergabung dengan Persatuan Islam. Selanjutnya setelah itu A. Hassan menyediakan dirinya sebagai pembela Islam dengan memusatkan kegiatan hidupnya dalam pengembangan pemikiran Islam.
Penamaan Persatuan Islam dianggap sebagai pengaruh penjajah Belanda, karena sakralitas dengan penamaan Arab sangat kuat saat itu. Akan tetapi mereka siap menanggung apapun resikonya karena penamaan latin tersebut. Mereka beranggapan jika penamaan latin tersebut mengajarkan kepada masyarakat luas tentang apa yang harus disakralkan dan apa yang tidak harus disakralkan. Mereka beranggapan tidak semua ajaran Islam adalah sesuatu yang menyinggung tentang kearaban dan berbahasa Arab. Bahwa agama Islam dapat berpadu dan diterima dengan bahasa atau kebudayaan apapun. Dan Persatuan Islam dapat membuktikannya, dengan penentangan mereka terhadap tradisi-tradisi yang bertentangan dengan agama Islam melalui konsep bid’ah, khufarat, dan takhayul.
Dalam berdakwah Persatuan Islam menempatkan diri pada pembentukan paham keagamaan Islam di Indonesia, mereka menitikberatkan pada pengembalian kepada ajaran-ajaran Al Qur’an dan Al Hadist. Secara rinci ajaran dan gerak dakwah Persatuan Islam tertulis dalam Qanun Asasi (Anggaran Dasar) dan Qanun Dakhili (Anggaran Rumah Tangga) Persatuan Islam. Persatuan Islam bertujuan mengamalkan segala ajaran agama Islam oleh anggotanya dalam masyarakat dan menempatkan kaum muslimin pada ajaran aqidah dan syari’ah berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Sunnah. Maka dari itu Persatuan Islam mencontohi Rasulullah SAW yaitu dalam bentuk berjamaah, berimamah, dan berimarah. Maka dari itu Persatuan Islam membentuk rencana Jihad diantaranya :

a) Mengadakan kegiatan-kegiatan dakwah secara lisan,tulisan dan amal perbuatan dalam masyarakat yang sejalan dengan al-Qur'an dan al-Sunnah;

b) Melakukan amar ma'rûf dan nahyi munkar dalam segala ruang dan waktu, membela dan menyelamatkan umat Islam dari gangguan lawan-lawan Islam dengan cara hak dan ma'rûf yang sesuai dengan ajaran al-Qur'an dan al-Sunnah;

c) Menghidupkan dan memelihara rûh al-jihâd (jiwa perjuangan) dan ijtihâd dalam kalangan para anggota khususnya dan umat Islam umumnya;

d) Membasmi munkarat, bid'ah, khurafat, takhayul, taqlîd dan syirk dalam lingkungan anggota khususnya dan umat Islam umumnya;

e) Memberikan jawaban dan perlawanan terhadap tantangan aliran yang mengancam hidup keislaman demi tegak dan kokohnya agama Allah; dan

f) Mengadakan dan memelihara hubungan yang baik dengan segenap organisasi Islam di Indonesia dan seluruh dunia untuk menuju terwujudnya bun-yân al-Islâm (bangunan Islam) yang kokoh.

Persatuan Islam sangat tegas dalam menegakkan ajaran-ajaran al-Qur’an dan al-Sunnah. Apa yang dipandang tidak benar menurut dalil al-Qur`an dan al-Sunnah ditolak secara tegas. Sedangkan apa yang dianggap benar akan sampaikan walaupun pahit. Maka dari itu Persatuan Islam selalu dalam perdebatan karena berkeyakinan kokoh kalau agama yang dipegang lawan adalah salah.
Persatuan Islam juga melakukan publikasi dengan media cetak, yaitu yang pertama kali diterbitkan oleh majalah Pembela Islam di Bandung pada bulan oktober 1929.
Sampai pada tahun 1933 penerbitan itu berlangsung dan menerbitkan 72 nomor dan sirkulasi sebanyak 2000 eksemplar, tersebar ke seluruh Indonesia juga Malaysia dan Muangthai. Pada tahun 1935 diterbitkan lagi majalah al-Lisan, penerbitan ini berlangsung sampai tahun 1942 dengan 65 nomor penerbitan dengan nomor 47 sampai 65 terbit di Bangil, Pasuruan Jawa Timur karena perpindahan A. Hassan kesana.
Majalah lainnya yang terbit sejak tahun 1930 adalah majalah at-Taqwa, yaitu majalah dengan bahasa sunda. Terbit 20 nomot dengan sirkulasi 1000 eksemplar. Selain itu ada majalah yang berisi tentang jawaban atas pertanyaan-pertanyaan para pembaca, majalah itu bernama majalah sual-jawab. Akan tetapi penerbitan majalah Persatuan Islam terhenti karena situasi politik pada saat masa pendudukan Jepang juga gawatnya revolusi Indonesia. Akan tetapi pada tahun 1948 terbit majalah yang memuat tentang tulisan-tulisan dari tokoh-tokoh Persatuan Islam tapi bukan resmi diterbitkan oleh Persatuan Islam. Begitu juga pada tahun 1954 terbit majalah yang bukan berasal dari Persatuan Islam, akan tetapi majalah tersebut juga memuat tentang hukum dan pengetahuan agama islam. Baru pada tahun 1956 Persatuan Islam Bangil menerbitkan majalah dan majalah tersebut diberi nama Himayat al-Islam. Sampai pada bulan Mei tahun 1957 majalah ini berhenti setelah terbit sembilan kali. Baru pada tahun 1956 terbit majalah yang resmi berasal dari Persatuan Islam, majalah tersebut diberi nama Hujjat al-Islam. Majalah ini hanya terbit satu kali, dan pada tahun 1962 Persatuan Islam mengeluarkan majalah lagi yang diberi nama Risalah. Selain majalah para tokoh dari Persatuan Islam juga menerbitkan buku-buku untuk kebutuhan baca para anggota Persatuan Islam. Buku yang paling banyak mendominasi adalah buku karangan A. Hassan.
Tapi sejak saat itu dunia tulis menulis anggota Persatuan Islam mandeg. baru bada tahun 1996 muncul lagi, itupun hanya satu. Yaitu al-Hidayah yang ditulis oleh ustadz A. Zakaria yang ditulis dalam bahasa arab lalu diterjemahkan ke bahasa Indonesia dalam 3 jilid.
Para anggota persatuan Islam juga sering melakukan perdebatan, hal ini dilakukan untuk mempertahankan akidah yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadist. Diantara anggota yang sering melakukan perdebatan adalah A. Hassan dan KHE. Abdurrahman. Biasanya perdebatan membahas tentang masalah taqlid, taqlin, dll, bertempat di Bandung, Cirebon, Makasar, Gorontalo dan lain-lain.
Selain perdebatan membahas tentang ajaran agama Islam ada juga perdebatan lainnya. Yaitu perdebatan dengan kaum non muslim, diantaranya adalah Perdebatan dengan orang Kristen Sevendays Adventist, tentang kebenaran agama Kristen dan Bibel. Lalu perdebatan dengan para intelektual Belanda seperti Dier huis, Eising dan Prof Schoemaker. Yang terakhir ini kemudian masuk Islam dan menjadi sahabat A. Hassan serta menjadi co-editor buku Cultur Islam bersama Muhammad Natsir.

Persis lebih mementingkan kualitas anggotanya dari pada menambah jumlah anggotanya. Akan tetapi Persis memiliki kelebihan yaitu walaupun anggotanya sedikit tetapi terdiri dari para intelektual. Selain itu masyarakat masih belum bias menerima Persis terutama golongan orang muslim tradisional.