Sabtu, 31 Januari 2015

Kisah Nabi Ibrahim as



Nabi Ibrahim adalah seorang Nabi yang termasuk dalam golongan Ulul Azmi, yaitu para Nabi dan Rasul yang dilebihkan oleh Allah karena memiliki kelebihan dan tabah dalam menghadapi cobaan. Beliau dilahirkan di Faddam A'ram yang masih dalam kekuasaan Kerajaan Babylon yang masih di daerah kekuasaan kerajaan Babylon.
Nabi Ibrahim adalah putera Aaazar {Tarih} bin Tahur bin Saruj bin Rau' bin Falij bin Aaabir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin Nuh a.s. dimana ayah Nabi Ibrahim adalah seorang pembuat patung-patung berhala. Walaupun ayahnya adalah pembuat patung akan tetapi hal ini tidak membuat Nabi Ibrahim menyukai patung-patung berhala tersebut, bahkan sebaliknya beliau malah membenci patung-patung tersebut. Sejak kecil Allah telah membimbing Nabi Ibrahim, akal dan nurani Nabi Ibrahim masih jernih dan sehat, sehingga beliau tak mau menyembah patung-patung yang tak dapat bergerak ataupun berbicara tersebut, itulah bimbingan ketauhidan yang diilhamkan Allah kepada Nabi Ibrahim.
Beliau adalah seorang penyantun dan suka kembali kepada Allah, Allah SWT telah menyifatinya seperti yang tertera di dalam Alquran,  "Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi penghiba dan suka kembali kepada Allah." (QS. Hud: 75). Beliau adalah seorang yang lembut hatinya lagi penyayang, hal ini terlihat pada saat bagaimana beliau menyadarkan kaumnya yang ketika itu menyembah bulan, bintang dan matahari. Beliau dengan sangat halus menyadarkan kaumnya kalau perbuatan menyembah selain Allah adalah salah dengan praktrek langsung, seperti yang dijelaskan di dalam Alquran, “Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda- tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan Kami (memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin. Ketika malam menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: 'Inilah Tuhanku,' tetapi tatkala bintang itu tenggelam, dia berkata: 'Saya tidak suka kepada yang tenggelam. Kemudian tatkala dia melihat sebuah bulan terbit dia berkata: 'Inilah Tuhanku.' Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: 'Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: 'Inilah Tuhanku. Inilah yang lebih besar.' Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: 'Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.'"  (QS. al-An'am: 75-79). Begitulah bagaimana Nabi Ibrahim menunjukkan kepada kaumnya tentang ketidakbenaran dalam menyembah selain Allah.
Kerajaan Babylon merupakan kerajaan yang makmur dan sejahtera, semua serba kecukupan. Tetapi hal ini tidak membuat penduduk negeri ini bersyukur kepada Allah Tuhan YME, mereka malah beribadah kepada patung-patung berhala yang terbuat dari kayu batu dan tanah yang mereka anggap mempunyai kekuatan magis yang bisa mendatangkan manfaat maupun mudharat kepada mereka. Terkecuali Nabi Ibrahim, karena bimbingan dari Rabb-nya membuat akal dan nurani beliau tidak tercemari oleh ajaran-ajaran sesat orang-orang pada saat itu.
Nabi Ibrahim selalu menyeru kepada kaumnya maupun ayahnya sendiri tentang keesaan Allah, dan Allah tidak boleh disekutukan dengan sesuatu apapun. Berikut perbincangan Nabi Ibrahim yang ketika itu masih berusia 7 tahun. Ibrahim bertanya: "Patung apakah ini wahai ayahku? Kedua telinganya besar, lebih besar dari telinga kita." Ayahnya menjawab: "Itu adalah Mardukh, tuhan para tuhan wahai anakku, dan kedua telinga yang besar itu sebagai simbol dari kecerdasan yang luar biasa." Ibrahim tampak tertawa dalam dirinya padahal saat itu beliau baru menginjak usia tujuh tahun.
Suatu hari, Ibrahim bertanya kepada ayahnya: "Siapa yang menciptakan manusia wahai ayahku?" Si ayah menjawab: "Manusia, kerana akulah yang membuatmu dan ayahku yang membuat aku." Ibrahim justru menjawab: "Tidak demikian wahai ayahku, kerana aku pernah mendengar seseorang yang sudah tua yang berkata: "Wahai Tuhanku mengapa Engkau tidak memberi aku anak."

Si ayah berkata: "Benar wahai anakku, Allah yang membantu manusia untuk membuat manusia namun Dia tidak meletakkan tangan-Nya di dalamnya. Oleh kerana itu, manusia harus menunjukkan kerendahan di hadapan Tuhannya dan memberikan korban untuk-Nya." Kemudian Ibrahim bertanya lagi: "Berapa banyak tuhan-tuhan itu wahai ayahku?" Si ayah menjawab: "Tidak ada jumlahnya wahai anakku." Ibrahim berkata: "Apa yang aku lakukan wahai ayahku jika aku mengabdi pada satu tuhan lalu tuhan yang lain membenciku kerana aku tidak mengabdi pada-Nya? Bagaimana terjadi persaingan dan pertentangan di antara tuhan? Bagaimana seandainya tuhan yang membenciku itu membunuh tuhanku? Boleh jadi ia membunuhku juga."

Si ayah menjawab dengan tertawa: "Kamu tidak perlu takut wahai anakku, kerana tidak ada permusuhan di antara sesama tuhan. Di dalam tempat penyembahan yang besar terdapat ribuan tuhan dan sampai sekarang telah berlangsung tujuh puluh tahun. Meskipun demikian, belum pernah kita mendengar satu tuhan memukul tuhan yang lain." Ibrahim berkata: "Kalau begitu terdapat suasana harmonis dan kedamaian di antara mereka."Si ayah menjawab: "Benar."

Ibrahim bertanya lagi: "Dari apa tuhan-tuhan itu diciptakan? Orang tua itu menjawab: "Ini dari kayu-kayu pelepah kurma, itu dari zaitun, dan berhala kecil itu dari gading. Lihatlah alangkah indahnya. Hanya saja, ia tidak memiliki nafas." Ibrahim berkata: "Jika para tuhan tidak memiliki nafas, maka bagaimana mereka dapat memberikan nafas? Bila mereka tidak memiliki kehidupan bagaimana mereka memberikan kehidupan? Wahai ayahku, pasti mereka bukan Allah." Mendengar ucapan Ibrahim itu, sang ayah menjadi berang dan marah sambil berkata: "Seandainya engkau sudah dewasa nescaya aku pukul dengan kapak ini."

Ibrahim berkata: "Wahai ayahku, jika para tuhan membantu dalam penciptaan manusia, maka bagaimana mungkin manusia menciptakan tuhan? Jika para tuhan diciptakan dari kayu, maka membakar kayu merupakan kesalahan besar, tetapi katakanlah wahai ayahku, bagaimana engkau menciptakan tuhan-tuhan dan membuat baginya tuhan yang cukup baik, namun bagaimana tuhan-tuhan membantumu untuk membuat anak-anak yang cukup banyak sehingga engkau menjadi orang yang paling kuat di dunia?"
Akhirnya perbincangan keduanya berakhir dengan penamparan ayah Nabi Ibrahim kepada Nabi Ibrahim. Sejak kecil Nabi Ibrahim merasa heran dengan apa yang dilakukan manusia di sekitarnya. Sejak kecil beliau telah diilhamkan oleh Allah tentang ketauhidan, sejak kecil beliau sudah mencari cinta Allah SWT. Takkan ada yang bisa memuaskan hati Nabi Ibrahim kecuali cinta Allah kepadanya, Allah telah mengilhamkannya kepada Nabi Ibrahim. Sejak kecil beliau terus senantiasa mencari kebenaran, pada saat disuruh menjajakan patung-patung berhala ayahnya, beliau malah mengejek kepada para pembeli patung tersebut, beliau berkata, “siapakah yang mau membeli patung-patung jelek ini ?”. Ibrahim memperhatikan bahawa patung-patung tersebut tidak makan dan minum dan tidak mampu berbicara, bahkan seandainya ada seseorang yang membaliknya ia tidak mampu bangkit dan berdiri sebagaimana asalnya.
Kaum Nabi Ibrahim mempunyai tempat penyembahan berhala yang sangat besar dan terdiri dari berbagai jenis berhala terbuat dari kayu ataupun batu. Pada saat memasuki tempat penyembahan berhala beliau melihat orang-orang begitu menghormati dan menundukkan diri di hadapan patung-patung berhala. Mula-mula hal ini membuat Nabi Ibrahim tertawa, akan tetapi kelamaan Nabi Ibrahim marah melihatnya. Beliau tak habis pikir tentang apa yang dilakukan oleh orang-orang, mengapa orang-orang membuat patung lalu menyembahnya sendiri. Pada saat sang dukun mengatakan kehebatan dan kelebihan berhala yang paling besar dan suasana sedang hikmat, tiba-tiba Nabi Ibrahim mengatakan kepada sang dukun, "Hai tukang dukun, ia tidak akan pernah mendengarmu. Apakah engkau meyakini bahawa ia mendengar?" semua orang kaget dengan pernyataan itu, sang dukunpun mulai risau dan marah. Akhirnya suasana kembali tenang setelah ayah Nabi Ibrahim mengatakan kepada sang dukun bahwa anaknya sedang sakit dan tidak mengetahui apa yang dia katakan.
Nabi Ibrahim selalu ingin meyakinkan kaumnya, jika perbuatan kaumnya menyembah Allah adalah kebodohan dan kesesatan yang nyata. Beliau ingin meyakinkan kaumnya jika segala sesuatu Allah yang menciptakan dan berhala-berhala itu hanyalah benda mati yang tak bisa bergerak maupun berbicara. Akan tetapi penentangan kaumnyapun juga semakin keras, bahkan ayah Nabi Ibrahim sendiri juga seorang yang menyekutukan Allah. "Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada bapaknya Azar: 'Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.’” (QS. al-An'am: 74)
Nabi Ibrahim terus berdakwah kepada kaumnya, "Patung-patung apakah ini yang kamu tekun beribadah kepadanya? Mereka menjawab: 'Kami mendapati bapak-bapak Kami menyembahnya." Ibrahim berkata: 'Sesungguhnya kamu dan bapak- bapakmu berada dalam kesesatan yang nyata.' Mereka menjawab: 'Apakah kamu datang kepada kami sungguh-sungguh ataukah kamu termasuk orang yang bermain-main?' Ibrahim berkata: 'Sebenarnya tuhan kamu adalah Tuhan langit dan bumi yang telah menciptakan- Nya; dan aku termasuk orang-orang yang dapat memberikan bukti atas yang demikian itu.'" (QS. al-Anbiya': 52-56)

Nabi Ibrahim terus berdakwah dan beliau dengan cerdas memberikan hujjah kepada kaumnya yang tak bisa dibantah oleh kaumnya. "Dan dia dibantah oleh kaumnya. Dia berkata: "Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepadaku. Dan aku tidak takut kepada (malapetaka dari) sembahan-sembahan yang kamu persekutukan dengan Allah, kecuali jika Tuhanku menghendaki sesuatu (dari malapetaka) itu. Pengetahuan Tuhanku meliputi segala sesuatu. Maka apakah kamu tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) ? Bagaimana aku takut kepada sembahan-sembahan yang kamu persekutukan (dengan Allah) padahal kamu tidak takut mempersekutukan Allah dengan sembahan-sembahan yang Allah sendiri tidak menurunkan hujah kepadamu untuk mempersekutukan-Nya. Maka manakah di antara dua golongan itu yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka), jika kamu mengetahui)?'" (QS. al-An'am: 80-81)
Penentangan dari ayah Nabi Ibrahim, ayah Nabi Ibrahim berkata, "Sungguh besar ujianku kepadamu wahai Ibrahim. Engkau telah berkhianat kepadaku dan bersikap tidak terpuji kepadaku." Ibrahim menjawab: "Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak dapat mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun? Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, nescaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. Wahai bapakku, janganlah kamu menyembah syaitan, sesungguhnya syaitan itu durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah. Wahai bapakku, sesungguhnya aku khawatir bahawa kamu akan ditimpa azab dari Tuhan Yang Maha Pemurah, maka kamu menjadi kawan bagi syaitan.'" (QS. Maryam: 42-45)
Semakin meledak amarah ayah Nabi Ibrahim, melihat penentangan anaknya, walaupun anaknya dalam kebenaran. Sungguh setan telah merasuki ayah Nabi Ibrahim. "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, maka nescaya kamu akan aku rejam, dan tinggalanlah aku buat waktu yang lama." (QS. Maryam: 46)
Akhirnya Nabi Ibrahim diusir oleh ayahnya, walaupun mendapat pengusiran dan makian Nabi Ibrahim tidak lantas membenci dan membalas ayahnya dengan keburukan. Karena beliau berhati lembut, selain itu beliau telah diberi ilmu Allah tentang kebenaran, sehingga tidak akan goyah pendirian Nabi Ibrahim tentang kebenaran.  Beliau berdoa untuk ayahnya, "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan meminta ampun bagimu kepada Tuhanku, sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku. Dan aku akan menjauhkan diri darimu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, dan aku akan berdoa kepada Tuhanku, mudah-mudahan aku tidak akan kecewa dengan berdoa kepada Tuhanku.'" (QS. Maryam: 47-48)
Kemudian beliau meninggalkan kaumnya, rasa cintanya yang besar kepada Allah mengalahkan rasa cintanya kepada apapun. Beliau telah merasakan bagaimana mencintai dan dicintai oleh Allah, inilah cinta sejati yang sebenarnya, yaitu cinta kepada Allah SWT. Pada suatu hari ada perayaan besar, yaitu manusia berbondong menuju ke sungai dan kota pun menjadi sepi dan berhala-berhala di tempat peribadatan tak ada yang menjaga. Di saat seperti inilah Nabi Ibrahim mencuri kesempatan untuk berdakwah kepada kaumnya. Mula-mula Nabi Ibrahim memasuki ruang penyembahan lalu beliau menghancurkan berhala-berhala dengan kapak beliau kecuali berhala yang paling besar. Sebelum menghancurkan patung-patung berhala tersebut Nabi Ibrahim sempat mengejek kepada patung-patung tersebut dengan kata-kata hai patung mengapa kalian tidak makan, mengapa kalian tidak menjawab. Kemudian beliau menaruh kapaknya di leher berhala yang tak ikut dihancurkan tersebut.
Pesta di sungai pun berakhir, dan para penduduk kota berbondong-bondong pulang ke kota, sampai di kota mereka hendak beribadah ke tempat penyembahan berhala. Betapa kagetnya mereka mendapati berhala-berhala mereka hancur berantakan. Sang raja pun marah dan meminta anak buahnya untuk mencari siapa pelaku penghancuran berhala tersebut. Lalu salah seorang mengatakan kalau ada seorang pemuda yang sangat membenci berhala-berhala tersebut, dan diketahui nama pemuda tersebut adalah Ibrahim. Lalu dipanggillah Nabi Ibrahim menghadap raja.
Sang raja menanyai kepada Nabi Ibrahim benarkah engkau yang menghancurkan berhala-berhala tersebut ? kemudian Nabi Ibrahim menjawab, sebenarnya berhala yang besar itulah pelakunya, coba tanyakanlah padanya jika dia dapat berbicara. Nabi Ibrahim mencoba menyadarkan kaumnya bahwa berhala-berhala yang selama ini mereka sembah itu hanyalah patung yang tidak dapat berbicara, dan yang patut disembah hanyalah Allah SWT.
Mereka berkata, siapakah yang harus kita Tanya ? Nabi Ibrahim menjawab, tanyalah kepada berhala yang paling besar tersebut, bukankah kapak tersebut berada di lehernya. Lalu mereka kembali bertanya, bukankah kamu mengetahui kalau tuhan-tuhan itu tidak berbicara. Lalu Nabi Ibrahim menjawab, mengapa kalian menyembah sesuatu yang tidak dapat berbicara, bahkan dia tak mampu melindungi dirinya sendiri. dia juga tak mampu memberikan manfaat bagi kalian sedikitpun. Amat celakalah kalian jika kalian menyembah selain Allah SWT Tuhan sekalian alam. Kaum Nabi Ibrahim tak mampu lagi membantah logika kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim, tiba-tiba ada salah satu dari mereka yang mengusulkan untuk membakar saja Nabi Ibrahim.
Niat baik dari Nabi Ibrahim untuk menyadarkan kaumnya malah dibalas dengan hukuman bakar hidup-hidup oleh kaumnya. Sungguh kaum Nabi Ibrahim telah berbuat semena-mena dan mereka berada dalam kesesatan yang jauh. Akhirnya hukuman itu benar-benar dijalankan, dibuatnya lubang galian oleh anak buah raja Namrud dan di dalamnya diisikan kayu bakar. Lalu api dinyalakan dan Nabi Ibrahim dilemparkan dengan menggunakan menjaniq, sebelum dilemparkan kedalam api tiba-tiba malaikat Jibril muncul dihadapan Nabi Ibrahim dan hendak menolong Nabi Ibrahim, malaikat Jibril berkata kepada Nabi Ibrahim, “wahai Ibrahim, tidakkah engkau memiliki keperluan”. Tapi Nabi Ibrahim menolaknya, beliau menjawab, “aku tidak memerlukan sesuatu darimu”. Akhirnya Nabi Ibrahim dilemparkan kedalam lubang api tersebut, dan pada saat inilah muzizat Allah turun, kepada api tersebut Allah berfirman, Wahai api jadilah engkau dingin dan membawa keselamatan kepada Ibrahim. Akhirnya walaupun berada dalam lubang api tersebut Nabi Ibrahim tetap tidak terbakar. Setelah api menjadi padam dan kayu bakar telah habis orang-orang terheran-heran karena tak sedikitpun api tersebut melukai Nabi Ibrahim. Sungguh sesuatu yang sangat mengagumkan, itulah muzizat Allah yang diberikan kepada Nabi Ibrahim yaitu tak mempan di bakar api. Beliau duduk tenang di tengah api seakan beliau sedang duduk di tengah taman. Hal ini dijelaskan di dalam Al-Qur’an, "Mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling rugi." (QS. al-Anbiya': 70)
Suatu hari Nabi Ibrahim mendengar seseorang memanggilnya, maka beliau bertanya, siapa yang memanggilku ? lalu dia menjawab, aku adalah malaikat Jibril. Maka Nabi Ibrahim menjadi takut, tapi Malaikat Jibril menenangkan beliau dengan berkata, jangan takut karena sesungguhnya engkau adalah kekasih Allah, engkau telah menghancurkan Tuhan-tuhan orang-orang kafir maka Allah telah memilihmu menjadi pemimpin para Nabi dan Malaikat. Kemudian Nabi Ibrahim kembali bertanya, bagaimana saya bisa bertemu dengan Tuhannya para malaikat dan para Nabi, dan malaikat Jibril menjawab, hendaklah engkau pergi ke sumber ini dan mandi maka engkau akan bisa mendaki gunung sehingga Allah dapat berbicara dengannya.
Lalu Nabi Ibrahim mendaki gunung dan beliau diseru, lalu beliau bertanya, siapa yang menyeruku, kemudian suara itu menjawab, Aku adalah Tuhanmu wahai Ibrahim, maka Nabi Ibrahim gemetar ketakutan lalu beliau bersujud dan berkata, wahai Tuhanku bagaimana hamba-Mu mendengar seruan-Mu sedangkan hamba adalah tanah dan abu. Disana beliau diangkat sebagai Nabi dan memberkatinya dan orang-orang yang mengikutinya.
Nabi Ibrahim selalu mencurahkan seluruh hidupnya untuk dakwah kepada umatnya, beliau selalu mengajak manusia untuk menyembah Allah SWT. Akan tetapi dari umat Nabi Ibrahim yang beriman hanya dua orang, yaitu Luth dan Sarah. Dimana Luth kemudian juga menjadi Nabi, sedangkan Sarah menjadi istri Nabi Ibrahim.
Setelah dirasa tidak ada lagi dari umat Nabi Ibrahim yang beriman kecuali dua orang tersebut, maka Nabi Ibrahim memutuskan untuk berhijrah. Sebelum berhijrah beliau mengajak ayahnya untuk memeluk Islam, akan tetapi setelah jelas bagi Nabi Ibrahim bahwa ayahnya adalah musuh Allah dan tak akan beriman maka Nabi Ibrahim mengiklaskannya dan menerima takdir Allah tersebut. Hal ini dikisahkan dalam Al-quran, "Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah kerana suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahawa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. " (QS. at-Taubah: 114)
Dari kisah ini kita dapat mengambil kesimpulan, jika keimanan seseorang itu tidak tergantung oleh adanya factor keturunan ataupun yang lain. Akan tetapi setiap masing-masing kita memiliki pilihan yang kita sendirilah yang menentukannya, dan kelak masing-masing jiwa tersebut yang akan menanggug apa yang dulu di dunia mereka perbuat.
Pada suatu hari Nabi Ibrahim ingin melihat kebesaran Tuhan, yaitu bagaimana Allah menghidupkan dan mematikan makhluk-Nya. "Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata: 'Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana engkau menghidupkan arang yang mati. 'Allah berfirman: 'Belum yakinkah kamu?' Ibrahim menjawab: 'Aku telah meyakininya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku). "(Kalau demikian), ambillah empat ekor burung lalu cincanglah semuanya. Allah berfirman: 'Lalu letakkanlah di atas bahagian- bahagian itu, kemudian panggillah mereka, nescaya mereka datang kepadamu dengan segera," dan ketahuilah bahawa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."'" (QS. al-Baqarah: 260)
Nabi Ibrahim telah membuktikannya, dan beliau melihat sendiri bagaimana potongan burung yang telah dipisah-pisah di bukit-bukit ternyata dengan izin Allah kembali bersatu utuh seperti semula. Melihat kebesaran Allah tersebut Nabi Ibrahim segera bersimpuh sujud memohon ampun kepada Allah SWT.
Nabi Ibrahim berhijrah meninggalkan kaumnya untuk berdakwah menyebarkan risalah Ilahi. Pertama-tama Nabi Ibrahim pergi ke kota yang bernama Aur, kemudian beliau hijrah lagi ke Haran, kemudian beliau hijrah lagi ke Palestina. Kemudian beliau pergi ke mesir, pada setiap perjalanan Nabi Ibrahim selalu berdakwah dan selalu mengajak manusia untuk hanya menyembah Tuhan yang satu yaitu Allah SWT. Beliau membantu orang-orang yang lemah dan tidak mampu, beliau menegakkan keadilan, dan selalu menunjukkan manusia ke jalan yang benar. Pada saat di Mesir Nabi Ibrahim dihadiahi seorang budak perempuan oleh Raja Mesir, yang setelah itu menjadi istri Nabi  Ibrahim yang kedua.
Dari istri yang kedua inilah Nabi Ibrahim dianugerahi keturunan oleh Allah SWT, anak yang pertama ini diberi nama Ismail yang kemudian nanti juga menjadi Nabi dan dari keturunan  Nabi Ismail inilah Nabi junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Suatu hari setelah terbangun dari tidur Nabi Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk melakukan perjalanan bersama istrinya Hajar dan anaknya Ismail. Setelah bersiap mereka berangkat dan melewati rerumputan pepohonan dan gunung-gunung  lalu sampailah mereka di tempat yang tandus dan tak ada tanaman dan air sedikitpun, disinilah Allah memerintahkan kepada Nabi Ibrahim untuk meninggalkan anak istrinya. Hajar dan Ismail hanya ditinggalkan bekal yang tidak cukup digunakan untuk dua hari dan pada saat itu ismail masih menyusu.
Nabi Ibrahim mulai berjalan meninggalkan anak dan istrinya, istrinya bertanya, wahai Ibrahim mengapa engkau meninggalkan kami di tempat tandus dan tak ada apa-apa seperti ini. Tapi Nabi Ibrahim diam dan tetap berjalan. Kemudian Siti Hajar kembali menanyakan pertanyaan yang sama, tapi Nabi Ibrahimpun tetap diam. Akhirnya Siti Hajar mengerti kalau semua ini adalah perintah yang berasal dari Allah SWT. Siti Hajar bertanya lagi, apakah ini adalah perintah Allah. Kemudian Nabi Ibrahim menjawab, benar. Kalau begitu kita tak akan disia-siakan, Siti Hajar menjawab. Kemudian Nabi Ibrahim berjalan menuju ke puncak sebuah gunung, kemudian beliau berdoa kepada Allah SWT. "Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. " (QS. Ibrahim: 37)
Setelah dua hari habislah bekal yang dibawa, ketika itu matahari tengah bersinar dengan teriknya membuat ibu dan anak tersebut kehausan. Ismail terus saja menangis karena kehausan, akan tetapi air susu ibunya telah mengering. Siti Hajar mencoba untuk mencari air di sekitar tempat itu. Pertama Siti Hajar berjalan sampai ke puncak gunung Shafa berharap dia bertemu sumber air atau setidaknya bertemu dengan seorang musafir yang akan berbaik hati memberikan air minum untuk anaknya. Akan tetapi dia gagal menemukan mata air ataupun seorang musafir yang sedang melakukan perjalanan. Kemudian dia menuruni shafa dan berjalan lagi, kali ini dia mendaki sampai ke puncak gunung marwah masih dengan harapan yang sama akan tetapi dia tetap gagal. Kemudian dia kembali untuk melihat keadaan anaknya, anaknya masih tetap saja menangis. Dia kembali mendaki gunung shafa kemudian menuruninya lagi dan menuju ke gunung marwah dan menuruninya lagi dan kembali lagi ke gunung shafa, begitu terus menerus sampai 7 kali. Dalam keadaan letih Siti Hajar kembali kepada anaknya, tapi anaknya masih tetap saja menangis. Akan tetapi akhirnya Allah menunjukkan kebesaran dan kuasa-Nya, Allah mendatangkan rahmat untuk hamba-Nya yang bertakwa. Ismail memukul-mukulkan kakinya ke tanah, dan dari bawah kakinya memancar mata air yang berlimpah yang kemudian disebut dengan sumur zamzam. Kemudian Siti Hajar meminum air tersebut dan bersyukur kepada Allah SWT. Dan terselamatkanlah kehidupan Ibu dan anak tersebut, dan dari mata air tersebut tumbuhlah berbagai macam tanaman, dan menjadi bersemi tempat tersebut.
Karena keberlimpahan anugrah yang ada di tempat itu membuat para musafir berbondong-bondong untuk bermukim di tempat tersebut. Siti Hajar sangat dihormati di wilayah itu karena dialah yang pertama kali menemukan sumber air zamzam tersebut. Ismail tumbuh dengan cepatnya dan dia menjadi anak yang saleh dan sangat penyabar. Disisi lain Nabi Ibrahim ingin menjenguk anak istrinya dan ingin melihat keadaan mereka. Sampai di sana Nabi Ibrahim merasa lega karena anak dan istrinya hidup dalam kecukupan.
Suatu siang Nabi Ibrahim bermimpi bahwa dia  menyembelih anaknya ismail, kemudian Nabi Ibrahim menceritakan kepada Ismail. Karena ini adalah mimpi seorang Nabi maka itu adalah kebenaran atau wahyu yang berasala dari Allah SWT. Ismail pun mengerti bahwa itu adalah perintah Allah, maka dia pun berserah diri kepada Nabi Ibrahim dan Allah. Berkata Ismail, 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya- Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.' Kemudian ketika Nabi Ibrahim telah meletakan Ismail di pelipis tangannya untuk disembelih maka Allah mengganti Ismail menjadi seekor kambing. Peristiwa inilah yang kemudian di hari kemudian menjadi dasar bagi generasi berikutnya dalam melaksanakan ibadah Idul Adha. Agar generasi berikutnya bisa mengambil pelajaran dari kisah yang penuh dengan hikmah ini.
"Dan Ibrahim berkata: Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugerahkan kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang soleh. Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim. Ibrahim berkata: 'Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahawa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab: 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya- Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.' Tatkala keduanya telah berserah din dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipisnya, (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: 'Hai Ibrahim, sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) "Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim". Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. " (QS. ash-Shaffat: 99-111)
Berdasarkan suatu riwayat diceritakan bahwa setan berusaha menggagalkan perintah Allah kepada Nabi Ibrahim ini. Akan tetapi ketaatan Nabi Ibrahim mengalahkan bujuk rayu iblis.
Setelah itu Nabi Ibrahim meninggalkan anaknya dan kembali berdakwah, Nabi Ibrahim berhijrah dari tanah Kaldanin, tempat kelahirannya di Iraq, dan melalui Yordania dan tinggal di negeri Kan'an.
Suatu hari Nabi Ibrahim dikunjungi oleh 3 orang laki-laki, mereka adalah 3 malaikat yang menyamar menjadi manusia untuk memberi hukuman kepada kaum Nabi Luth. Mereka adalah malaikat Jibril, Izrafil dan Mikail. Kaum Nabi Luth telah berbuat dosa yang tak pernah dilakukan oleh kaum sebelumnya yaitu melakukan perbuatan homoseks. Wajah ketiga laki-laki ini amat bersinar, pertama-tama Nabi Ibrahim tidak mengetahui jika ketiga orang ini adalah malaikat yang menyamar. Sehingga Nabi Ibrahim memberikan suguhan separuh kambing, akan tetapi ketiga laki-laki ini tidak mau memakannya. Sampai disini Nabi Ibrahim merasa cemas dan curiga kalau-kalau ketiga laki-laki ini hendak berbuat jahat. Karena menurut budaya setempat jika seorang tamu tidak mau menerima jamuan dari tuan rumah berarti tamu tersebut tidak senang dan hendak berbuat buruk. Para malaikat mengetahui kegundahan Nabi Ibrahim kemudian mereka menjelaskan kepada Nabi Ibrahim jika mereka adalah malaikat yang diutus untuk kaum Nabi Luth. Selain itu para malaikat juga mengabarkan jika istrinya Sarah akan melahirkan seorang anak yang bernama Ishak dan setelah Ishak lahirlah yaqub. Dimana Nabi Ibrahim masih bisa melihat kelahiran cucunya.
"Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamiku pun dalam keadaan yang sangat tua pula?" (QS. Hud: 72)
Nabi Ibrahim masih belum percaya sepenuhnya dengan kabar gembira ini, Nabi Ibrahim bertanya, “bagaimanakah cara kabar gembira ini terlaksana ?” kemudian para malaikat menjawab, kami sampaikan kepadamu kabar gembira ini dengan penuh kebenaran, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa.” Kemudian Nabi Ibrahim menjawab, tidak ada yang berputus asa kecuali orang-orang yang sesat.” Kemudian para malaikat meyakinkan Nabi Ibrahim, ‘apakah kamu merasa heran dengan ketetapan Allah ? Itu adalah rahmat Allah dan keberkatan-Nya, dicurahkan atas kamu, wahai hai Ahlul bait! Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.'  Nabi Ibrahim dan istrinya sangat bergembira dengan adanya berita tersebut, istrinya berlinang air mata kebahagiaan sedangkan Nabi Ibrahim segera bersujud.
Kemudian Nabi Ibrahim juga menanyakan tentang pengutusan mereka kepada kaum Nabi Luth, bahwa para malaikat akan menghancurkan kaum Nabi Luth karena pembangkangan yang dilakukan oleh kaum Nabi Luth ini. Akan tetapi dibalik itu Nabi Ibrahim mengkhawatirkan tentang umat muslim yang berada di tengah-tengah mereka. Setelah dijelaskan oleh para malaikat  jika orang-orang muslim akan diselamatkan dan ini semua telah menjadi ketetapan Allah bahwasanya kaum Nabi Luth kebanyakan adalah para pembangkang yang suka berbuat kerusakan dan telah melampui batas. Nabi Ibrahim yang mempunyai sifat penyantun dan lembut hatinya ini tidak tega jika ada suatu kaum yang akan dimusnahkan, sehingga beliau mempertanyakan pertannyaan-pertanyaan itu. Akan tetapi ini semua adalah sudah menjadi ketentuan dari pada Allah SWT, sehingga takkan dihentikan meski Nabi Ibrahim mengajukan pertanyaa-pertanyaan itu. Kaum Nabi Luth akan dimusnahkan dengan hujan batu yang terbakar.
Itulah kisah Nabi Ibrahim yang penuh dengan hikmah pelajaran yang berharga bagi kita yang masih hidup dan agar bisa meningkatkan amal ibadah sebagai orang yang beriman, agar kita bisa hidup bahagia di dunia maupun di akhirat.
Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan)nya. (QS. al- Anbiya': 51-68)

Kamis, 01 Januari 2015

Kisah Nabi Shaleh as




Nabi Shaleh diutus kepada kaum Tsamud, Nabi Shaleh ini adalah merupakan orang yang terkenal dengan kejujuran dan kelembutan hatinya, ayah beliau adalah Ubaid bin Jabir bin Tsamud. Kaum Tsamud ini hidup diatas reruntuhan kaum ‘Aad. Nama Tsamud diambil dari nama kakenya yaitu Tsamud bin Amir bin Iran bin Sam bin Nuh, jadi kaum Tsamud ini adalah keturunan ke-6 dari Nabi Nuh. Kaum Tsamud tinggal di daerah pegunungan antara Hijaz dan Syam. Kaum Tsamud adalah kaum yang sangat kuat dan diberkahi dengan banyak rezeki. Mereka mendirikan istana-istana dan mampu memahat gunung untuk dijadikan rumah. Akan tetapi layaknya kaum Aad, kaum tsamud juga mendurhakau Allah, mereka menyembah berhala-berhala.
Saat pertama kali berdakwah kaum Nabi Shaleh tidak percaya dengan apa yang didakwahkannya. Mereka meminta didatangkannya mukzizat jika benar Nabi Shaleh adalah seorang rasul utusan Allah. Kemudian Nabi Shaleh berdoa kepada Allah dan Allah mengabulkan doa Nabi Shaleh. Allah memberikan unta betina kepada Nabi Shaleh sebagai mukzizat untuknya. Unta tersebut keluar beserta anaknya yang kecil dari sebuah batu yang terbelah setelah Nabi Shaleh memukul batu tersebut dengan tangannya. Dari puting susu unta itu terlihat susu yang sangat berlimpah, kemudian Nabi Shaleh berkata kepada kaumnya, “ini seekor unta betina, ia mempunyai giliran untuk mendapatkan air, dan kamu mempunyai giliran pula untuk mendapatkan air di hari yang tertentu. Dan janganlah kamu sentuh unta betina itu dengan sesuatu kejahatan, yang menyebabkan kamu akan ditimpa oleh azab hari yang besar". Itulah perjanjian antara Nabi Shaleh dengan kaumnya, Pada saat unta tersebut minum air maka tidak ada hewan lain yang berani mendekat. Unta tersebut memiliki banyak sekali keistimewaan, diantaranya adalah susu unta tersebut tidak akan habis walaupun setiap hari diambil oleh seluruh penduduk kaum Tsamud. Seluruh penduduk bebas mengambil air susu unta tersebut, akan tetapi jika hari ini unta tersebut minum air maka seluruh penduduk dilarang mengambil air tetapi mengambilnya menunggu hari berikutnya, begitu seterusnya bergantian.
Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Shaleh. Ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhammu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apapun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih. Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum 'Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan. Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka: Tahukah kamu bahwa Shaleh di utus (menjadi rasul) oleh Tuhannya?". Mereka menjawab: Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu, yang Shaleh diutus untuk menyampaikannya. Orang-orang yang menyombongkan diri berkata: Sesungguhnya kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu". (QS. al-A’raf: 73-76)
Semakin bertambahlah umat yang percaya terhadap kerasulan Nabi Shaleh, maka bertambahlah orang-orang yang beriman. Orang-orang kafir (pembesar kaum Tsamud) tidak menyukai ini, lalu pada suatu malam mereka berkumpul dan merencanakan kejahatan untuk Nabi Nuh dan untanya. Mereka berkumpul sambil meminum khamar,  salah seorang pembesar kaum Tsamud berkata, "Jika datang musim panas, unta itu mendatangi lembah yang dingin sehingga binatang-binatang ternak yang lain lari darinya dan kepanasan." Lalu yang lainnya juga berkata, “Jika datang musim dingin unta itu mencari tempat penghangat, lalu ia istirahat di situ sehingga binatang-binatang ternak kita lari darinya dan menuju tempat yang dingin sehingga terancam kematian."  Gelas-gelas kembali berputar diantara orang-orang kafir itu diiringi dengan musik dan nyanyian para biduan, lalu pada satu kesempatan seorang pembesar meminta agar musik dihentikan dan dia sejenak berfikir lalu pelan-pelan dia mengemukakan pendapat, “hanya ada satu cara”, yang lainnya bertanya, “bagaimana jalan keluarnya?”. Seorang pembesar itu menjawab, "Kita harus melenyapkan Saleh dari jalan kita. Yang saya maksud adalah untanya. Kita harus membunuh untanya dan setelah itu kita akan membunuh Saleh." Tapi ada seorang yang mengingatkan, "Bukankah Shaleh mengingatkan kita akan azab yang keras jika kita sampai menyakiti unta itu." Tapi suara orang tersebut segera padam setelah orang-orang di majelis itu memberikan dua gelas arak kepadanya.
Itulah yang akan mereka lakukan, membunuh unta Nabi shaleh kemudian Nabi Shaleh sendiri, setan telah merasuki hati dan fikiran mereka, sehingga mereka tak lagi memperdulikan kata-kata Nabi Shaleh yang selama ini telah terbukti kebenarannya. Pertama-tama mereka mencari-cari siapakah orang yang berani melakukan rencana keji tersebut. Lalu munculah seseorang yang mengutarakan bahwa dia kenal dengan seseorang yang mampu melakukan pembunuhan tersebut, dia juga mempunyai geng  di sebuah kota. Disebutkan dalam Al-qur’an.
"Dan di kota itu ada sembilan orang laki-laki yang membuat kerusakan di muka bumi, dan mereka tidak berbuat kebaikan." (QS. an-Naml: 48)
Lalu pada suatu malam berangkatlah kesembilan gerombolan penjahat tersebut, sedangkan sang unta sedang tertidur sambil mendekap anaknya. Akhirnya akibat serangan kesembilan penjahat tersebut sang unta berhasil dibunuh. Nabi Shaleh mengetahui apa yang terjadi, dengan nada marah dia berkata kepada para pembesar-pembesar yang kafir. "Bukankah aku telah mengingatkan agar kalian jangan mengganggu unta itu." Kemudian orang-orang kafir menjawab, "Kami memang telah membunuhnya, maka datangkanlah seksaan kepada kami jika engkau mampu. Bukankah engkau berkata bahawa engkau termasuk utusan Tuhan." Perbuatan orang-orang kafir memang sudah keterlaluan, mereka tak hanya berani membunuh unta yang diberkahi tersebut, melainkan mereka juga malah menantang Nabi Shaleh untuk bersegera mendatangkan azab, setan memang sudah menguasai akal dan hati mereka. Lalu Nabi Shaleh menjawab, "Bersukarialah kamu sekalian di rumahmu selama tiga hari. Itu adalah janji yang tidak dapat didustakan."
Nabi Shaleh yang mengetahui akan datangnya azab kepada kaum Tsamud pergi meninggalkan orang-orang kafir bersama orang-orang yang beriman. Orang-orang kafir menunggu hari demi hari, dan datanglah hari keempat, Allah mengazab orang-orang yang durhaka itu hanya dengan satu teriakan saja. maka langit terpecah, dan teriakan tersebut menghancurkan gunung-gunung menggoncangkan bumi dan menghancurkan apa saja yang ada di atasnya.
Sesungguhnya Kami menimpakan atas mereka satu suara yang keras mengguntur, maka jadilah mereka seperti rumput kering (yang dikumpulkan oleh) yang punya kandang binatang. (QS. al- Qamar: 27-31)
Dan akhirnya orang-orang yang kafir itupun dibinasakan, begitulah kisah tentang Nabi Shaleh yang tertulis di dalam Al-quran yang mulia. Semoga bisa menjadi pelajaran bagi kita yang masih hidup.